Fakta dan Mitos Seputar Kecanduan Game

AI yang menguasai dunia

Halo sobat Online, sudah nggak asing lagi dengan stigma negatif seputar game online? Suka disebut bikin kecanduan, merusak kesehatan mental, dan segudang label buruk lainnya? Yuk, kita urai benang kusut ini bareng-bareng! Siapa tahu, di balik semua tuduhan itu, ada sejuta cerita menarik yang perlu diungkap.

Mengupas Selubung Kecanduan Game

Kecanduan, kata itu sering kali dilekatkan pada aktivitas menikmati game online. Padahal, konsep kecanduan sendiri lebih dari sekadar menghabiskan banyak waktu di depan layar. Menurut Mark Griffiths, seorang profesor di bidang kecanduan perilaku, ada enam komponen inti yang menandai adanya kecanduan, yaitu:

  • Menjadikan aktivitas tersebut sebagai pusat perhatian utama (salience)
  • Menggunakan aktivitas itu untuk mengubah suasana hati (mood modification)
  • Membutuhkan waktu yang semakin lama untuk merasa puas (tolerance)
  • Mengalami gejala penarikan diri saat tidak melakukan aktivitas tersebut (withdrawal symptoms)
  • Menghadapi konflik dengan lingkungan sekitar akibat aktivitas berlebihan (conflict)
  • Kembali terjun ke dalam aktivitas tersebut meski sudah berusaha berhenti (relapse)

Jika seseorang menunjukkan semua indikator di atas saat bermain game online, barulah bisa dikatakan mengalami kecanduan sejati. Namun, jumlah orang yang benar-benar kecanduan game online ternyata sangat kecil.

Menilik Angka Sebenarnya

Menurut Griffiths, hanya segelintir kecil pemain game online yang bisa dikategorikan sebagai kecanduan. Ia mengungkapkan, dari populasi besar seperti di Spanyol, hanya sekitar 100 kasus per tahun yang mencari perawatan untuk masalah kecanduan game online di klinik perawatan nasional di Barcelona.

Angka ini memang terlihat signifikan, tetapi tidak sebanding dengan jumlah total pemain game online di negara tersebut. Dengan kata lain, prevalensi kecanduan game online yang sesungguhnya sangatlah kecil.

Studi Komprehensif Mengungkap Fakta

Sejak American Psychiatric Association (APA) menyertakan gangguan gaming internet dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima pada 2013, setidaknya 20 studi representatif nasional telah dilakukan. Hasilnya? Sebagian besar mengonfirmasi temuan Griffiths: hanya sebagian kecil pemain game online yang menunjukkan perilaku bermasalah.

Jadi, mitos bahwa game online itu sangat adiktif dan merusak ternyata tidak sepenuhnya benar. Seperti halnya aktivitas lain, ada spektrum perilaku dalam bermain game, mulai dari tidak bermain sama sekali, bermain sesekali, bermain secara berlebihan, hingga kecanduan.

Waktu Bukan Segalanya

Salah satu kesalahpahaman umum adalah mengaitkan durasi bermain game dengan kecanduan. Pemikiran "semakin lama waktu bermain, semakin besar masalahnya" tidak selalu tepat.

Sebagai contoh, ada orang yang menghabiskan 42-49 jam per minggu untuk bermain game online. Namun, dia lajang, punya pekerjaan tetap, dan masih punya kehidupan sosial. Sementara itu, ada juga orang yang hanya bermain 29-35 jam per minggu, tetapi mengabaikan tanggung jawab keluarga dan kurang bersosialisasi di luar rumah.

Jadi, waktu yang dihabiskan bukanlah satu-satunya faktor penentu masalah kecanduan game online. Perlu dilihat juga aspek lain dalam kehidupan seseorang, seperti pekerjaan, relasi sosial, dan kewajiban lainnya.

Manfaat Positif di Balik Layar

Di balik semua kontroversi seputar game online, ternyata ada banyak manfaat yang kerap diabaikan. Lembaga medis bahkan menggunakan game sebagai alat terapi, mulai dari rehabilitasi stroke hingga terapi pemaparan bagi veteran dengan PTSD.

Game online juga bisa menjadi tempat berlindung bagi kaum marginal, seperti anak-anak kurang mampu, LGBTQ+, dan kelompok minoritas lainnya. Mereka bisa mendapatkan dukungan, koneksi, serta eksplorasi identitas melalui game online dan media sosial.

Jadi, sebelum menghakimi game online, alangkah baiknya kita melihat dulu sisi positifnya. Siapa tahu, di balik anggapan negatif itu, tersembunyi banyak kisah inspiratif yang patut didengar.

Menyingkap Mitos Lain

Selain mitos kecanduan, ada beberapa kesalahpahaman lain yang perlu diluruskan mengenai game online. Berikut ini adalah beberapa di antaranya yang perlu diperhatikan dan dipahami dengan baik:

Mitos: Game Online Membuat Kita Menjadi Lebih Agresif

Tuduhan bahwa game online yang mengandung unsur kekerasan, seperti Call of Duty atau Fortnite, dapat membuat pemainnya menjadi lebih agresif di dunia nyata sering kali muncul. Apalagi setelah terjadi kasus penembakan massal, game kerap kali dijadikan kambing hitam.

Namun, bukti ilmiah terkini justru menunjukkan bahwa hubungan antara game dan agresi sebenarnya lemah. Sebuah studi di jurnal Molecular Psychiatry menemukan bahwa bermain game kekerasan seperti Grand Theft Auto V selama dua bulan tidak memberikan efek negatif signifikan terhadap tingkat agresi, sikap seksis, atau masalah kesehatan mental.

Penelitian serupa yang diterbitkan di Royal Society Open Science juga mengungkap tidak ada bukti bahwa bermain game kekerasan membuat remaja menjadi lebih agresif atau kurang sosial.

Mitos: Game Online Menyebabkan ADHD

Pertanyaan klasik yang sering muncul: Apakah game online menyebabkan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau sebaliknya? Jawabannya, tidak, game online tidak menyebabkan ADHD.

Studi longitudinal di Norwegia menemukan bahwa anak-anak dengan ADHD memang cenderung menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain game seiring bertambahnya usia. Namun, waktu layar yang meningkat ini tidak memengaruhi gejala ADHD mereka.

Yang terjadi justru sebaliknya. Anak-anak dengan ADHD cenderung mencari aktivitas yang memberikan rangsangan seperti game online untuk memuaskan kebutuhan neurokimiawi otak mereka.

Mitos: Game Online Membuat Kita Terisolasi Secara Sosial

Stereotip pemain game sebagai remaja pucat yang mengurung diri di kamar sering kali membuat orang berpikir bahwa game online itu tidak sehat dan tidak alami. Padahal, sejak awal, game dirancang sebagai pengalaman sosial.

Dulu, interaksi sosial dalam game terbatas pada pemain yang berada di satu tempat yang sama. Namun, dengan hadirnya internet berkecepatan tinggi, interaksi itu kini berpindah ke dunia maya. Alih-alih mengisolasi, game online justru berpotensi mempertemukan kita dalam berbagai cara baru, membentuk komunitas erat yang didasari minat dan hobi yang sama.

Menyoal Manfaat Game: Apakah Itu Sia-sia?

Mungkin sebagian dari kita pernah mempertanyakan, "Bukankah bermain game online itu hanya membuang-buang waktu?" Anggapan ini muncul karena banyak yang tak memahami kekuatan kreatif yang dimiliki game.

Game memberi kita kesempatan untuk mengeksplorasi dunia dan alam fantasi dengan cara yang tak bisa dilakukan media lain. Naomi Alderman, seorang novelis sekaligus perancang game, pernah mengatakan bahwa hanya game yang bisa membuat audiens merasakan emosi "keagenan" (agency) - perasaan bersalah atas tindakan yang mereka lakukan dalam game.

Jadi, bermain game bukanlah kegiatan sia-sia. Game justru memberi kita ruang aman untuk menguji konsekuensi emosional dari tindakan kita serta menjelajahi berbagai aspek kemanusiaan, seperti cinta, kehilangan, dan sebagainya.

Game Sebagai Alat Ilmiah yang Menghibur

Tak banyak yang menyadari bahwa game juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ilmiah. Salah satu contohnya adalah Sea Hero Quest, game seluler yang dikembangkan pada 2016.

Game ini berfungsi sebagai laboratorium virtual di mana para pemain berpartisipasi dalam sebuah eksperimen. Mereka diminta untuk menghafalkan peta, lalu menaiki perahu untuk mengunjungi serangkaian pelampung sesuai urutan tertentu. Data yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk memahami bagaimana kemampuan navigasi spasial bervariasi di seluruh dunia dan sepanjang hidup manusia.

Pengetahuan ini sangat penting untuk memahami penurunan kemampuan tersebut pada penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer. Dalam waktu enam bulan setelah peluncuran, game ini telah diunduh hampir 4 juta kali dari seluruh negara di dunia!

Kata Penutup

Jadi, mitos seputar kecanduan dan bahaya game online ternyata tidak sepenuhnya benar. Seperti halnya banyak hal dalam kehidupan, bermain game adalah masalah perspektif dan proporsionalitas.

Kecanduan memang bisa terjadi, tetapi hanya pada segelintir kecil orang. Sementara itu, manfaat positif game online justru kerap diabaikan, padahal game bisa menjadi media hiburan sekaligus alat pembelajaran yang powerful.

Jadi, daripada menghakimi, alangkah baiknya kita membuka mata dan melihat game online dari berbagai sisi. Siapa tahu, dengan melihat gambaran utuh, kita bisa menemukan solusi terbaik untuk menikmati game dengan lebih bijak dan seimbang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pioneering the Fusion: Kincir86 and the Dawn of AI in Video Games

Introducing Kincir86: Indonesia's Latest AI Assistant Making Waves in the Industry